JALU SI SUPERBOY
Karya
Rani Nopi Ansyah, S.Pd
Namanya
Jalu Astrajingga namun sering disebut Jalu. Jalu adalah anak berusia sepuluh tahun yang sangat
jahil, tubuhnya yang kecil, gigi susu besar masih jelas di mulutnya. Bagi
teman-teman Jalu, nama panjangnya Astrajingga selalu menjadi bahan olok-olok
karena Astrajingga sebutan untuk nama
tokoh pewayangan di Pelataran Sunda bernama Cepot. Tokoh yang bermuka merah,
dengan gigi susu yang besar, dan selalu bercanda mirip dengan wajah Jalu.
Tidak
ketinggalan hampir setiap hari Jalu mengenakan
jubah batik bercorak khas Cianjuran pemberian terakhir dari bapaknya yang telah
meninggal, ia kenakan di punggungnya. Alasan yang lain mengapa ia selalu mengenakan
jubah batik itu karena cita-citanya
ingin menjadi superman pembela kebenaran seperti yang ia lihat di televisi.
Jalu tidak disukai oleh teman-temannya, ia
sering dijauhi. Teman-temannya menganggap Jalu adalah siswa yang paling aneh. Jalu
anak yang tidak pernah diam, jahil kepada temannya, selalu bercanda baik saat ia belajar
di manapun dan kapanpun ia berada. Yang ia habiskan hanyalah bergurau dan minum
kopi bersama dengan Abah si penjaga sekolah, pada saat jam istirahat berlangsung. Begitu pula di dalam
kelas, Ibu Ranu wali kelas Jalu sudah kewalahan dengan sikap Jalu yang seperti
itu.
Suatu hari saat praktikum IPA berlangsung, tanpa
sengaja jubah Jalu mengenai kompor spirtus yang sedang menyala
yang hampir membuat kelas terbakar. Semua anak berlari berhamburan kecuali Ibu Guru Ranu dan Jalu. Tanpa menunggu
lagi dengan sigap Ibu Guru mengambil tanah di halaman depan kelas. Pada
saat Ibu Guru hendak memadamkan api, Jalu sudah memadamkannya dengan air berisi
kecebong hasil proyek anak-anak. Ibu Guru Ranu bukannya bernapas lega karena
api di dalam kelas sudah padam, tetapi Ibu Guru sibuk menghentikan kecebong yang sudah melompat-lompat menjadi
sebagian katak. Anak-anak yang tadi berhamburan ke luar kembali ke dalam kelas
melihat proyek kecebong mereka dihancurkan oleh Jalu. Semua anak tampak kerepotan
ada yang menjerit ketakutan, ada yang mencoba memainkan kecebong dan
menakut-nakuti kepada anak perempuan.
Suasana
kelas menjadi tegang dan kacau balau, Ibu Guru Ranu semakin pusing saja
menghadapi kekacauan pada saat itu. Difa si pintar di kelas Ranu Kumbolo
sebutan untuk siswa-siswi kelas Jalu tampak marah karena kecebong miliknya yang
selalu mendapat pujian dari Ibu Guru, harus hancur karena ulah Jalu. Difa
menghampiri Jalu, lalu mengatakan kepada
Jalu bahwa dirinya sangat membenci Jalu . Ia mengatakan tidak mau berteman lagi
dengan Jalu karena ia telah menghancurkan hasil kerja kerasnya. Dengan perasaan
bersalah, Jalu meminta maaf kepada Difa, tetapi Difa mengabaikannya dan pergi
dari hadapan Jalu.
Hari itu Ibu Guru tidak melanjutkan praktikum IPA tetapi menasihati kepada
anak-anak agar lebih berhati-hati. “Kejadian seperti tadi adalah hal biasa
dalam sebuah percobaan. Makanya kalau kita melihat seorang ilmuan di televisi
sering kan menggunakan baju putih, sarung tangan, kaca mata agar percobaannya aman,
begitu kan anak-anak” ujar Ibu Guru. Anak-anak hanya mengangguk dan menjawab mengerti sambil mengarahkan
mata yang sinis ke arah Jalu. Jalu sedikit memberikan senyuman supaya
teman-temannya memafkan dia.
Pada
saat bel istirahat Jalu mencoba meminta maaf kepada teman-temannya tetapi tidak ada yang
menghiraukannya. Tidak ada tempat lagi untuk Jalu di dalam kelas, semua teman
tampak menjaga barang-barang mereka karena takut dirusak oleh Jalu dan
menjauhinya. Jalu pergi saja saat mendapat perlakuan seperti itu, tak ada
tempat yang bisa ia singgahi hanya rumah Abah di samping ruang kesehatan
sekolah tempat ia mencurahkan rasa sedihnya.
Jalu
mengetuk pintu rumah Abah meminta izin kepada Abah agar bisa masuk ke ruangan Abah.
Abah mengizinkannya untuk masuk ke ruang tamunya. Abah memulai percakapan
“Ada
apa Jalu, tumben bibir kamu manyun”
“Ah
abah, tidak tahu saja aku sedang sedih.”
“Sedih
kenapa lu?”
Jalu
menceritakan semuanya kejadian yang ia alami. Abah tertawa terbahak-bahak mendengar cerita
Jalu. Bagi abah itu adalah hiburan yang paling menyenangkan, karena selama ini Abah hidup sebatang kara
hanya cerita Jalulah pelipur lara Abah. Dengan bijaksana Abah memberi nasihat
kepada Jalu beliau berkata,
“Jika kita berbuat salah atau melakukan
tindakan yang salah cepatlah meminta maaf dan bertanggungjawablah bagaimanapun
caranya. Kalau tidak bisa dimaafkan bantulah mereka dimulailah dari hal yang
kecil maka sesuatu yang besar akan kamu dapatkan.”
Setelah mendengarkan nasihat itu ia termenung,
dan membayangkan sebuah cara supaya teman-temannya memaafkannya. Beberapa saat
kemudia Jalu berdiri di atas kursi yang ia duduki dan mengatakan kepada abah
sambil mengibaskan jubahnya.
“Baiklah
abah, Jalu akan jadi superboy mulai saat ini. Jalu akan meminta maaf kepada teman-teman Jalu dengan cara Jalu
sendiri.” Sambil melompat berlarian mengelilingi abah, Jalu berteriak “Jalu si
superboy, Jalu si super boy” lalu ia meninggalkan
abah dari ruangan itu.
Hari
selanjutnya di kelas Ranu Kumbolo mengadakan ulangan matematika. Soal-soal yang
diberikan Ibu Guru tampaknya lain dari biasanya. Ulangannya sangat sulit,
sampai-sampai ada siswa yang menggunakan jalan salah dengan meminta contekkan pada temannya. Salah satunya adalah Dado siswa
yang paling ditakuti di dalam kelas, dia sangat malas belajar dia memaksa Difa
untuk memberikan contekkan.
Dado
mulai memberikan isyarat kepada Difa agar
memberikan contekkan kepadanya. Difa sangat takut karena badan Dado yang sangat
besar dan selalu mengancam akan memperlakukan buruk kepada teman-temannya jika
bermasalah dengan dirinya. Akhirnya Difa
memberikan sepotong kertas kecil. Kebetulan saat ulangan berlangsung meja Jalu
berada di antara Difa dan Dado. Difa meminta Jalu untuk memberikannya kepada
Dado, tetapi Jalu tidak mau karena baginya itu adalah perbuatan buruk. Pada
saat itu obrolan kecil mereka terdengar Ibu Guru, tanpa sengaja kertas tadi
terjatuh. Ibu Guru menghampiri dan membuka kertas tersebut. Ibu Guru Ranu
menanyakan kepada Difa,
“Apakah kertas ini milikmu Difa? Apakah kamu
hendak memberikan contekkan pada orang lain?”
Dengan tangan yang gemetar Difa takut ketahuan
bahwa dirinya yang menulis contekkan itu, ia takut nilainya akan turun karena
hal itu.
Ketika
Difa akan menjawab, Jalu mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dialah
pelakunya. Dia mengatakan bahwa Dado meminta contekkan padanya dan ia berikan.
Dado tampak marah mendengar hal itu, dan pikirannya ingin membuat perhitungan
pulang sekolah dengan Jalu.
Jalu
dan Dado dipersilahkan keluar dan tidak mengikuti ulangan tersebut. Saat di
luar itu Jalu meminta maaf karena telah
membuat Dado tidak mengikuti ulangan. Dado marah sambil berkata, “ kita lihat
saja nanti pulang sekolah” Jalu hanya terdiam.
Bel
pulang sekolah berbunyi, Difa menghampiri Jalu dan mengucapkankan terima kasih
karena telah membantunya. Difa hanya berkata agar Jalu berhati-hati dengan Dado
karena Dado akan berbuat sesuatu yang buruk padanya.
Dengan
santai Jalu mengatakan kepada Difa “Tenang
saja Dif aku kan superboy kalau ada apa-apa denganku aku akan terbang dengan
jubahku, super boy........., superboy........” mereka berdua tersenyum.
Benar
saja Dado dan teman-temannya berdiri di luar gerbang merencanakan sesuatu
kepada Jalu. Saat Jalu melewati gerbang, ditariknya Jalu dan berkata “kenapa
kamu melaporkan aku kepada Ibu Guru, kamu ingin jadi pahlawan” ucap Dado
Jalu
berkata “Tidak Do, aku hanya ingin menyelamatkanmu supaya kamu tidak
mencontek.”
Dado
tidak menghiraukan nasihat Jalu, akhirnya Dado mengambil jubah Jalu dan melemparkannya
ke dalam parit. Jalu mengejar secepat kilat karena jubah itu terbawa air parit yang deras,
sambil tersenyum puas Dado pergi tidak peduli.
Sangat
jauh Jalu mengejar jubah tersebut dan
menyangkut ditumpukkan sampah di parit. Tangannya tidak sampai untuk mengambil
jubah itu, ia mengambil sebatang kayu untuk meraihnya.
Beberapa saat kemudian saat Jalu sibuk mencari
akal untuk mengambil jubahnya itu, ada teriakkan
meminta tolong.
“Tolong,...............Tolong..................”
Tampaknya
dari kejauhan ada seorang ibu yang
sedang membawa belanjaan dengan perut yang besar terjatuh kesakitan. Tidak ada orang lain selain Jalu,
Jalu menghampirinya dan menghiraukan jubah itu sejenak.
Jalu
bertanya kepada Ibu itu “Ada apa bu?”
“Ibu
mau melahirkan nak tolong panggilkan seseorang nak” sambil
memegang perut kesakitan.
Jalu
sangat panik,”aduh.........aku harus bagaimana bu?.”
“Tolong
ibu nak, sakit........sakit.......” rintihan ibu
Jalu
mengatakan bahwa dirinya akan meminta
pertolongan, ia berharap agar ibu itu bersabar dan menunggunya.
Jalu
pergi mencari pertolongan, tidak ada orang yang bisa ia temui hanya poskamling
dan kentongan yang ia lihat. Ia memiliki
akal supaya warga berdatangan, Jalu memukul kentongan itu, dan berteriak,
“
Kebakaran.........!, kebakaran..........!, kebakaran............!, tolong
kebakaran...........!”
Beberapa
detik kemudian warga berkumpul membawa ember, dan bertanya kepada Jalu
“Di
mana nak kebakarannya?”
Jalu
tersenyum sedikit “Tidak ada kebakaran pak,
hehe” semua warga tampak marah tetapi Jalu segera berkata
“Bukan
itu pak maksud saya pak, di ujung jalan
ada seorang ibu yang hendak melahirkan
tetapi tidak ada yang menolongnya”
“Kamu
bohong lagikan !”Warga tampak tidak percaya
“Kalau
tidak percaya boleh bapak-bapak nanti menghukum saya, ayo pak cepat nanti
keburu telat” kata Jalu sambil memaksa.
Akhirnya dengan terpaksa warga mengikuti
ucapan Jalu dan ternyata memang benar
ada seorang ibu hamil yang tampakknya sudah tak sadarkan diri. Warga dengan
secepatnya membawa ibu itu ke bidan terdekat.
Ketika
warga sibuk membantu Ibu-ibu, Jalu teringat dengan jubahnya ia kembali ke parit
tersebut dan mengambilnya. Dengan jubah
yang basah dan bau ia tetap memakainya. Ia sangat bahagia karena jubah
kesayangannya kembali ke punggungnya sambil berkata “Aku superboy, aku
superboy, terbang ke awan”.
Karena
ia melihat sudah banyak warga yang menolong ibu tersebut, akhirnya Jalu pulang
ke rumahnya. Tidak sedikitpun rasa sombong di hatinya karena telah menolong ibu
itu, ia hanya merasakan ketenangan saat ibu yang hamil itu telah selamat.
Keesokkan
harinya pagi-pagi di kelas Ranu Kumbolo sudah tampak ramai, berkerumun
mendengar cerita Dado yang hampir kehilangan ibu dan adiknya. Saat jalu
menghampiri kerumunan itu Dado menceritakan bahwa Ibunya hampir meninggal
karena akan melahirkan adiknya di pinggir jalan. Untungnya ada anak yang
misterius yang menolong Ibuku kata Dado. “ Kalau aku bertemu dengan anak itu
akan aku jadikan sahabat terbaik aku, dia pahlawanku.”. Di tengah kerumunan itu
tidak ada sedikit kalimat yang terucap dari bibir Jalu, ia hanya lega karena
ternyata ibu dan bayinya itu baik-baik
saja. Sebenarnya ia hanya terkejut ternyata Ibu yang ia tolong adalah Ibu Dado.
Setelah itu Jalu tersenyum lebar Dado melihat senyum itu, dan mulai memarahi
Jalu .
“Kenapa kamu tersenyum, apa kurang hukumannya
yang kemarin. Jalu hanya berkata “Ampun-ampun sudah cukup he....he....”. Dado
tidak menyadari anak yang ia marahi adalah sahabat terbaiknya.
Ibu guru Ranu masuk ke dalam kelas, ketua
kelas memerintahkan kepada teman-temannya untuk berdiri tegap dan memberi
salam. Ibu Guru saat itu tampak tidak seperti biasanya, ia terlihat murung.
Jalu melihat Ibu Guru dan mencoba membuat suasana kelas ramai saat pelajaran
berpuisi dimulai. Ibu Guru memerintahkan
anak-anak untuk membuat puisi dan membacakannya di depan kelas.
Satu
persatu anak-anak tampil, kini tiba saatnya Jalu tampil . Supaya Ibu Guru
tertawa Jalu rela membuat puisi berjudul kentut. Dengan
menarik napas dalam-dalam Jalu memulai puisinya.
Kentut
buah
karya Jalu
Dut,
dut, dut suaramu kentut
Kentut,
andaikan
baumu harum seperti bunga mawar
Muah...............harum
Rasanya
aku ingin kentut setiap hari
Menghirupmu
setiap saat
Dut,
dut, dut
Selesai
Semua
orang di kelas Ibu Ranu tertawa terbahak-bahak, karena Jalu memperagakan puisinya itu, Ibu Ranu tersenyum
tapi terlihat terpaksa.
Saat
pulang sekolah tiba Jalu tak sabar ingin menanyakan mengapa Ibu Guru tampak
bersedih. Ibu Guru Ranu tampaknya tak kuat lagi ingin menceritakan kesedihannya
kepada Jalu bahwa selama ini sudah hampir sepuluh tahun ia menikah belum
dikaruniai seorang anak. Ia sangat mendambakan kehadiran seorang anak.
Jalu
bingung apa yang harus ia lakukan, ia hanya anak kecil tak bisa menyelesaikan
masalah Ibu Gurunya.
Tetapi
Jalu memiliki akal, “Ibu Guru bolehkah aku meminta sesuatu?” ucap Jalu.
“Apa
maksudmu Jalu?” Ibu Guru bertanya
“Aku
ingin Ibu Guru menulis sepucuk surat isinya keinginanmu kepada Tuhan. Aku juga mau membuat sepucuk surat
tetapi Ibu tidak boleh tahu.”
Ibu
Guru Ranu dan Jalu membuat surat itu
sama-sama, tidak ada isi surat yang paling diinginkan Ibu Ranu selain dari
keinginan dia memilki anak. Ibu Guru Ranu tampak penasaran ingin melihat isi
surat yang ditulis Jalu. Jalu tetap melarang Ibu Guru untuk membacanya. Jalu meminta Ibu Guru memasukkannya ke dalam amplop
dan mengajak Ibu Guru Ranu ke sebuah
tempat.
Ibu
guru terkejut ketika Jalu membawa ke sebuah tempat, ternyata sebuah mesjid
besar. Ibu Guru berkata “Jalu kalau mengirim surat itu kita pergi kantor pos
kalau ke mesjid kita langsung berdoa kepada Tuhan.”
“Ibu
percaya saja kepadaku” ucap Jalu
Akhirnya
Jalu dan Ibu Guru Ranu sampai ke sebuah
tempat di mana di depannya terdapat kotak amal.
“Bu,
ayo kita masukkan surat ini ke kotak amal.” perintah Jalu
“Kamu
aneh, ini tempat orang mau bersedekah bukan untuk meminta permohonan”
“Tidak
bu, aku hampir setiap hari pergi ke sini aku lihat beberapa orang berbaju bagus
memasukkan amplop ke dalam sini kemudian ketika membuka amplop tersebut petugas
di mesjid ini mengucap syukur dan mendoakannya. Kita juga bisa begitu bu”. Ibu
Ranu tertawa terbahak-bahak melihat tingkah laku Jalu.
Hal
itu sangat aneh dilakukan oleh Ibu Guru, Ibu Guru menyadari sebenarnya hal
tersebut dilakukan Jalu hanya untuk membuat hati Ibu Guru senang. Ibu Gurupun
mengikuti semua yang diperintahkan Jalu.
Hari
itu Ibu Guru menghabiskan waktunya bersama Jalu, berjalan-jalan dan makan es cendol.
Saat makan es cendol Ibu Guru bertanya kepada Jalu,
“Apa
keinginan Jalu yang kamu tulis tadi?”
“Rahasia Bu” kata Jalu.
Padahal
jika gurunya mengetahui isi surat yang ditulis Jalu sebenarnya isinya adalah doa
Jalu kepada Tuhan supaya mengabulkan keinginan
Ibu Guru. Walau ia tidak mengetahui apa
yang ditulis Jalu, Ibu Guru tetap merasa
senang bersama Jalu dan kesedihannya sudah berkurang.
Hari
Jambore perkemahan besar pramuka
penggalang tingkat Kecamatan tiba. Ibu
Guru Ranu akan memilih beberapa anak Ranu Kumbolo untuk mengikuti Jambore. Bu
Ranu mulai menunjuk Difa, Dado, beberapa anak, dan terakhir Jalu. Semua anak
yang terpilih mengikuti Jambore tampak tidak setuju Jalu ikut, karena mereka khawatir sesuatu hal buruk akan
terjadi. Namun Difa meyakinkan bahwa Jalu tidak akan berbuat masalah. Dengan
hati yang gembira Jalu berteriak
“Asyik,
asyik, Jambore ikut Jambore senang, senang” Jalu melompat-lompat kegirangan.
Dia melaporkan rasa senang itu pada abah.
“Abah
aku ikut jambore”
Abah
tersenyum, dan berkata “Lu, kamu jangan bakar tendanya nanti yah”
“Yah
abah bergurau saja, abah ikut tidak? “
“Iya
abah ikut membantu”
“asyik,
asyik” teriakkan Jalu.
Sore
itu di rumah Jalu, Jalu tampak sibuk mempersiapkan barang-barang yang akan ia
bawa ke tempat perkemahan. Nenek Jalu menghampiri Jalu,
“Sudah
siap Jalu perbekalanmu?” tanya nenek.
“Sudah
nek aku sudah siapkan semuanya, jubahku sudah siap juga.”
Nenek
berkata, “Bukan jubah ini yang sangat penting, alat solatmu, obat-obatan,
jaket, itu yang paling penting.” Sejenak nenek menyimpan gambir yang baru saja
berada di mulutnya.
“Tidak nek, jubahku lebih penting dari apapun kalau malam bisa
jadi selimut siangnya bisa jadi sejadah nek.”
“Kamu
yah ada-ada saja” nenek tersenyum melihat tingkah laku cucunya.
Nenek berpesan pada Jalu supaya berhati-hati di sana, jangan
berbuat macam-macam ikuti peraturan di
sana.
“Nenek
tidak akan bisa pergi ke sana menengokmu Lu, nenek sudah tua.”
“Ah
nenek itu kan alasan nenek saja, kalau nenek tahu aku selalu melihat
nenek-nenek atau kakek-kakek di sana yang ikutan pramuka walau sudah tua tetap
dipanggil kakak hehe” Jalu mulai mengusili neneknya.
Jalu
meyakinkan neneknya bahwa ia tidak akan nakal, ia
akan menuruti Ibu Guru dan peraturan di sana. Jalupun memaklumi kondisi
neneknya ia mengatakan agar neneknya tidak perlu menengok dirinya ke Jambore. Khawatir
pula jika neneknya memaksakan pergi ke sana takut terjadi apa-apa dengan nenek. Nenekpun
membantu merapihkan perbekalan untuk pergi ke Jambore.
Subuh
sekali Jalu sudah pergi ke sekolah dia sangat bersemangat. Dia memakai baju
pramuka rapih, lengkap, dan tak ketinggalan jubah kebanggaannya. Jalu tiba di
sekolah, dia mendapati teman-temannya belum ada yang datang.
Beberapa
saat kemudian Dado dan mamahnya datang ke sekolah tampaknya ibunya sudah mulai
membaik. Dari kejauhan Ibu Dado berkata
“Hei
anak itu” teriak Mamak Dado
Dado
keheranan berkata “apaan mak?”
“
Itu anak yang menolong mak kau Dado”
Dado tampak terkejut “si anak cepot itu?
”
Alaaah nama orang kau ganti-ganti siapa nama sebenarnya?
”Jalu
mak”
“Oh
Jalu, Jalu sini kau nak” dengan wajah haru
Jalu menghampiri dengan sopan dan mencium
tangan mamaknya Dado yang khas sekali logat bataknya.
Mamak
Dado memeluk Jalu, Jalu merasa sesak napas karena tubuh Mamak Dado yang besar. Mamak Dado menyadari
Jalu merasa sesak karena pelukkannya akhirnya Mamak Dado melepaskan pelukkannya
itu. Mamak mengucapkan sesuatu kepada Jalu,
“Kau
memang pahlawan mamak, Jalu. Mamak mengucapkan terima kasih banyak kepada Jalu
karena sudah menolong mamak. Mamak tak bisa membalas apa-apa kepada Jalu.”
Namun
Jalu langsung mengatakan “Yang penting Mamak dan Ade Dado selamat.”
Mamak
Dado semakin menyukai sikap Jalu, sambil mengatakan kepada Dado agar meniru
sikapnya itu. Beberapa saat kemudian Mamaknya
Dado bertanya kepada Jalu,
”Mana
ibu kau Jalu?”
“Ibuku
sudah meninggal bu,”
“Oh
maaf sekali”
Mamak
Dado sedikit termenung namun Mamak membesarkan hati Jalu dengan mengatakan,
“Mamak
Dado juga mamak kau yah, Jalu boleh panggil mamak yah.”
Wajah
Dado memerah karena ia teringat janji dia akan menjadikan siapapun penyelamat
ibunya menjadi sahabat terbaiknya. Dado mengucapkan terima kasih juga kepada
Jalu karena telah menyelamatkan Ibu dan adiknya. Jalu merangkul Dado dan
berkata sama-sama sahabatku sambil berjabatan tangan, Dadopun tersenyum.
Rombongan
sekolah Jalupun pergi ke tempat Jambore.
Jalu sangat senang karena ini pertama kalinya
ia berkemah bersama teman-temannya.
Dado
menjadi teman yang paling akrab saat itu, ke mana-mana ia selalu berdua,
mendirikan tenda, membawa air, piket menjaga tendapun dilakukan berdua. Teman-teman
yang lain tampak keheranan dengan mereka berdua, sebenarnya apa yang terjadi
dengan mereka Dado menjadi sosok yang menyenangkan tidak menjadi seseram
teman-teman bayangkan. Malahan ia lebih seram ketika Jalu dimarahi teman yang
lain dan ia membelanya.
Beberapa
kegiatan mereka ikuti, Dado menjadi ketua regu di regu tersebut. Kegiatan menjelajah
adalah kegiatan yang akan mereka lakukan selanjutnya. Panitia Jambore hanya
memberikan petunjuk-petunjuk penjelajahan tanpa memberitahu arahnya. Setiap
regu harus mengikuti arahan petunjuk tersebut. Regu Dado dan Jalu sudah
bersiap-siap, mereka mulai membaca petunjuk pertamanya dengan arahan Dado
mereka memulai perjalanan. Ternyata perjalanan
penjelajahannya cukup jauh memasuki jalan-jalan rumah masyarakat dan melelahkan.
Semua
petunjuk telah dijalani oleh mereka dengan bagus karena kekompakkan mereka.
Saat petunjuk selanjutnya, Dado menitipkan kertas petunjuk kepada Jalu karena
ia hendak melepas dahaga dengan minum sebentar. Perjalananpun dilanjutkan.
Saat
berjalan tanpa disadari Jalu menjatuhkan kertas petunjuk penjelajahan. Saat Dado
memintanya, Jalu mulai mencari di sakunya ternyata tidak ada. Semua anggota
regu marah tanpa terkecuali Dado, Dado ikut marah karena mereka tidak tahu lagi
harus pergi ke mana. Semua terdiam dan hanya menyalahkan Jalu atas kejadian itu.
Jalu
meminta maaf dan ia berjanji akan mencarinya sampai dapat. Ia
mencari ke semua tempat tidak juga ia temukan, petunjuk itu hilang. Yang ia
pikirkan hanyalah takut teman-temannya
kecewa dengannya.
Akhirnya
dia memilki akal akan membawa selembar kertas kosong dan membawa kepada
teman-temannya, supaya teman-temannya tetap bersemangat.
Dengan
wajah yang gembira Jalu berkata,
“Aku
telah menemukan petunjuk itu.”
Dado dan kawan-kawan menjadi bersemangat
kembali. Mereka sama sekali tidak mengetahui sebenarnya kertas petunjuknya
hilang. Ketika Dado meminta petunjuk itu, Jalu memaksa meminta kepada Dado
supaya ia tetap menjaganya ia berjanji tidak akan menghilangkannya. Dengan berat
hati Dado mengabulkan keinginannya.
Jalu
mengarang semua petunjuk penjelajahan, namun keajaiban mulai terjadi mereka
menemukan regu lain yang berbeda sekolah. Jalu bernapas lega, ternyata hasil
karangannya tidak salah.
Pada
pertemuan Jambore tersebut ternyata ada perlombaan halang rintang. Setiap
anggota saling bahu membahu membantu satu sama lain, teman-teman Jalu
sudah merasa lelah termasuk Dado. Tetapi Jalu masih tetap bersemangat tinggal
satu rintangan lagi yaitu naik ke atas tembok yang tinggi.
Jalu tetap memberikan semangat kepada
teman-temannya dan mengatakan jika kita melewati rintangan ini maka kita akan menjadi pemenangnya
teman-temannya tetap tidak mau. Jalu mencari akal supaya teman-teman mau
melewati rintangan tersebut.
Akal jahil Jalu keluar, ia mengatakan bahwa di
tempat teman-temanya duduk ada ular besar.
“Ular........!,
ular.........!, ada ular besar di belakang kalian” teriakkan Jalu
Teman-teman
berlarian menaiki tembok tinggi karena
sudah tidak ada jalan lain. Tanpa mereka sadari mereka telah melewati tantangan halang rintang kelompok
Jalu berada di urutan pertama halang rintang.
Saat
pemenang lomba diumumkan, ternyata benar
regu Jalu mendapat juara pertama. Mereka mengangkat Jalu dan piala bersamaan, karena mereka menyadari kalau
bukan karena Jalu yang menyemangati, maka mereka tidak akan menjadi pemenang.
Saat itu adalah hari yang sangat berarti
bagi Jalu dan regunya.
Saat kegiatan Jambore berakhir Jalu
memberanikan diri mengatakan kebenaran kepada teman-temannya mengenai petunjuk
penjelajahan yang hilang dan ular besar
yang nyatanya tidak ada. Teman-teman terlihat sangat marah, karena hal itu
adalah hal jahil terbesar yang pernah Jalu lakukan kepada mereka. Namun, beberapa
saat kemudian mereka mulai tersenyum dan terbahak-bahak memikirkan kejadian
saat itu. Mereka memaafkan Jalu, kemudian melanjutkan mempersiapkan diri untuk
pulang ke rumah masing-masing.
Saat
tiba di rumahnya, nenek sudah ada di depan pintu rumah Jalu. Ternyata nenek sudah lama menunggu Jalu
pulang dari Jambore. Walaupun bau sirih masih melekat di tangan nenek, karena
nenek baru saja makan sirih Jalu tetap mencium tangan nenek sambil mengatakan
“Nek,
masak apa hari ini aku lapar sekali”
“Nenek
sudah masak makanan kesukaanmu, hari ini Jalu harus menghabiskan semua masakkan
nenek ya, sayur asem sama ikan jambal”.
Jalu tampak kegirangangan karena makanan kesenangannya sudah tersedia.
Nenek
menyuruh Jalu beribadah dahulu sebelum makan karena adzan ashar sudah
berkumandang,
“Jangan
lupa cuci tanganmu sampai bersih yah, lu.”
“
Oke siap Nek Komandan” jawab Jalu.
Setelah
Jalu makan nenek mengajak Jalu ke ruang tamu untuk membicarakan sesuatu. Nenek Jalu
mulai berbicara dengan Jalu menjelaskan
kepadanya bahwa umurnya sudah menjelang senja. Nenek berkata bahwa Jalu dan
nenek tidak memiliki sanak saudara di kota ini. Nenek berencana menitipkan Jalu ke panti asuhan yang sudah nenek pilihkan
sedangkan nenek akan pergi ke panti
jompo. Nenek berkata bahwa nenek sudah tidak kuat lagi untuk mencari uang dan
mengurus anak seperti orang tua lainnya.
Mereka
saling berpelukkan, Jalu tidak mau berpisah dengan neneknya. Selama ini tidak
ada yang sangat dekat dengan Jalu selain neneknya. Jalu hanya berkata,
“Nek,
nanti siapa yang mengolesi balsem di punggungku kalau aku masuk angin, nanti siapa yang
menyiapkan baju dan sepatuku kalau pergi
sekolah, nanti siapa yang akan masak sayur asem dan ikan asin kesukaanku cuman masakkan nenek yang aku makan, tak ada yang
seenak masakkan nenek. Terus bagaimana dengan teman-temanku di sekolah nek, bagaimana
dengan Ibu Guru Ranu nenek akan memisahkan aku dengan mereka, nenek tega.”
Mendengar
cucunya berkata seperti itu, nenek hanya menangis. Nenek tidak bisa berbuat apa-apa. Jalupun ikut menangis bahkan tangisannya
lebih keras dari nenek, sampai-sampai tangisannya bisa merobohkan dinding
rumahnya yang sudah lapuk.
Dengan
umurnya yang masih sepuluh tahun Jalu tidak
pernah mengerti apa yang ia ucapkan. Yang
ia pikirkan hanya nenek, teman, guru dan sekolahnya.
Kesedihan
nenek bertambah ketika melihat anak yang selama ini terkenal jahil, periang,
dan tidak pernah menyusahkan neneknya, hatinya harus terkoyak karena
kenyataan harus terpisah dengan orang-orang yang disayanginya.
Tidak
ada yang bisa diberikan nenek kecuali perkataan supaya Jalu lebih tenang,
“Jalu,
Jalu cucu nenek yang pintar kan, kamu mau nurut sama nenek kan” sambil mencium
kening Jalu.
Dengan
ucapan terharu Jalu menjawab
“Aku
mau nurut sama nenek. Nanti bagaimana kalau aku tidak bertemu nenek lagi?”
“Nenek
akan mengunjungimu setiap akhir pekan, nenek akan membawa masakkan kesukaanmu,
kamu akan mendapat teman yang banyak nanti di sana.”
Perkataan nenek saat itu sangat menyentuh hati
Jalu, Jalu mengusap air mata nenek dengan kaosnya, untuk kesekian kalinya
mereka berpelukkan.
Setelah
perbincangan yang sangat menyedihkan itu Jalu tidak mau pergi ke sekolah karena
terbayang perpisahan bersama Ibu Guru dan teman-temannya. Jalu takut menjadi
semakin sedih, Jalu meminta izin kepada neneknya untuk pergi ke kamar sebagai rasa
kesedihannya.
Tak
lama kemudian Jalu menulis surat tanda perpisahan dimulai dari permohonan maaf
kepada Ibu Gurunya, teman-teman, dan Abah penjaga sekolah. Saat menulis surat
tersebut kesedihannya semakin menjadi-jadi, bahkan ia marah dengan keadaannya sendiri. Sambil memikirkan
mengapa orang tuanya harus meninggal, mengapa nenek harus tua, mengapa harus
meninggalkan Ibu Guru dan teman-teman. Tanpa ia sadari ia berucap “Aku tak mau
jadi superboy lagi!” Ia melepas jubah superboy kesayangannya dan memasukkan
semua surat dan jubah itu ke dalam sebuah kotak. Dia hendak mengirimkan semua
benda itu nanti sebelum ia pergi ke panti asuhan.
Sudah
dua pekan bangku itu kosong, semua teman-teman di kelas Ranu Kumbolo mulai
bertanya-tanya keheranan sebenarnya apa yang terjadi dengan Jalu. Jalu tidak
sekolah, Jalu tidak memberikan kabar kepada Ibu Guru Ranu atau teman-teman
lainnya. Kelas Ranu Kumbolo tampak sepi, tanpa teriakkan Jalu.
Ibu
Guru tampaknya terbawa suasana ketika melihat anak-anak bermuka sedih. Saat bel
istirahat berbunyi anak-anak tidak langsung pergi ke kantin, mereka
berkumpul mengadakan rapat kecil. Ibu Guru Ranu tidak mau mengganggu aktivitas
mereka dan memilih pergi ke kantor guru saja. Dado mulai memimpin rapat, Dado berkata
kepada teman-temannya
“Ada
yang mengetahui mengapa Jalu tidak ke
sekolah? ”
“
Tidak tahu, “ beberapa teman menjawab
Tetapi
ada satu temannya Fikri yang bertempat tinggal tidak jauh dengan Jalu berkata,
“Saat
aku disuruh Ibu beli sabun aku mampir ke rumahnya, rumahnya sepi tidak ada
orang. Aku dengar Jalu pindah rumah”
“
Kamu tahu dari siapa?”
“Ibuku bilang kalau rumah itu sudah tak ada penghuninya jangankan
suara manusia suara tikus saja tidak terdengar”.
“ Kasihan Jalu, selama ini dia hanya tinggal dengan neneknya
yang tua”
“
Memang mengapa dengan Jalu”
“
Kalian tahu ini ibuku yang menceritakan bahwa Jalu itu anak seorang tentara
pangkatnya jenderal”
“
Memang jenderal itu apa?”
“Yah sejenis pangkat tertinggi lah”
“Ah kamu sok tahu,”
“
Benar kata mamahku Ibunya meninggal saat melahirkan dia, sedangkan ayahnya
meninggal karena sakit, kasihan sekali dia”
“
Kita harus lebih bersyukur karena kedua orang tua kita masih ada”
“ Ah bapakku kan galak”
“Galakknya bapakmu itu karena dia sangat
menyayangi kamu” jawab Difa.
“
Ibuku juga kerjaannya memarahi aku terus”
“
Ah kamu masih beruntung memiliki ibu,”
“Eh,
eh balik lagi ke Jalu, bagaimana nih nasibnya? Potong Dado
“
Eh teman-teman tadi pagi aku lihat nenek Jalu di warung” jawab Fikri
“Nah
mungkin sekarang dia ada di rumahnya bagaimana kalau kita pergi ke rumahnya,
kalian minta izin dahulu ke ibu kalian masing-masing nanti kita janjian di Gang
pertigaan arah rumah Jalu kalian tahu rumahnya?” Ucap Difa
“
Aku tahulah lah wong aku tetangganya” Fikri membalas
Beberapa saat kemudian setelah mereka
berdiskusi Ibu Guru Ranu datang membawa kotak aneh, anak-anak terheran-heran
kotak apakah gerangan yang dibawa Ibu Ranu. Ibu Ranu menghampiri mereka dan
meletakkan kotak tersebut. Ibu Guru mengatakan bahwa kotak itu adalah kotak
yang dibawa nenek Jalu dan diberikan kepadanya.
Dengan
wajah yang sedih Ibu Guru menceritakan bahwa ternyata selama ini Jalu tidak
sekolah karena Jalu akan dipindahkan neneknya ke panti asuhan. Teman-teman jalu
terkejut dan matanya mulai berkaca-kaca. Tanpa berpikir panjang Dado membuka
kota tersebut dan membaca satu persatu surat yang ditujukkan kepadanya.
Difa
berkata “Kita selama ini selalu mengejek Jalu dengan tubuhnya yang kecil,
selalu meremehkan kemampuannya, tanpa kita sadari Jalu yang selalu kita ejek
dan kita jauhi ternyata ia sangat membantu kita. Masih teringatkah kalian
ketika ada kertas contekkan yang jatuh sebenarnya itu contekkanku tetapi demi
melindungiku ia rela berbohong pada Ibu Guru”
Dado
menambahkan “iya, masih ingatkah pahlawan yang menolong Ibuku sebenarnya adalah
Jalu hanya saja ia tidak pernah berbicara kebaikkannya.”
“Kalau bukan karena jalu kita tidak akan regu
terbaik di jambore pramuka waktu lalu.”
Ibu
Guru sambil mendengarkan dan mulai ikut berbicara, “Proyek kecebong anak-anak
Jalulah yang melanjutkan supaya kalian tahu saja setelah kejadian kecebong itu,
Jalu memindahkan kecebong ke kolam dekat rumah Abah. Coba kalian dengarkan
setiap sore sekolah ini akan ramai dengan suara katak karena katak hasil proyek
kita sekolah ini tidak menjadi sepi lagi.”
Ibu
guru juga akan sangat kehilangan Jalu kalau ia pergi. “Kalian tahu ia selalu
mengisi tempat air minum Ibu dan mengisi permen di toples kesayangan Ibu karena
ia tahu bahwa Ibu akan pusing kalau berdiri terlalu lama di kelas, ia juga rela
pulang lebih telat dari kalian hanya sekedar ingin membantu Ibu Guru menempelkan
hasil karya kalian”.
Tanpa
mereka sadari Abah penjaga mendengar perbincangan kelas Ranu Kumbolo. Ia mendekat
dan mulai berbicara.
“Abah tahu Jalu selalu jadi pembuat masalah,
tetapi ia selalu menemani Abah minum kopi, ia datang selalu pagi hanya ingin
membantu Abah membukakan pintu seluruh kelas.”
Semua
terdiam, Ibu Guru Ranu mengangkat sehelai kain yang tampak sudah bau dan kotor
itu. Semua tersenyum Ibu Guru juga sambil berkata “Dasar Super Boy!”
Anak-anak
tersenyum ketika melihat kain batik yang selalu dijadikan jubah, teringat
mereka menghina Jalu karena cita-citanya itu ingin menjadi Superboy dan
ternyata ia memang Superboy sebenarnya.
Ibu
Ranu mulai diam tampak berpikir dan mengatakan “Baiklah anak-anak sore ini kita
ke rumah Jalu.”
Semua berkata serempak “Baik bu, kita semua
akan ikut.”
Ibu Ranu menjawab “Kalau kalian akan ikut,
sebelumnya kita cuci terlebih dulu jubah yang kotor dan bau ini.” Semua bersemangat
dan mulai mencuci jubah itu.
Ibu
Guru , Abah, dan teman-teman Jalu pergi ke rumah Jalu sore itu, tampak pintu
rumahnya terbuka lebar, terlihat nenek sedang mengemas barang untuk dimasukkan
ke dalam kardus di ruang tamu.
Ibu
Guru mengucap salam nenek menjawabnya, nenek terheran karena banyak orang berdatangan
ke rumahnya sore itu. Nenek mempersilahkan duduk kepada Ibu Guru, Abah dan
teman-teman Jalu. Nenek meminta izin untuk mengambil air minum, namun Ibu Guru
mengatakan tidak perlu repot-repot kepada nenek. Nenek merasa tidak direpotkan,
nenekpun pergi ke dapur untuk mengambilkan minuman untuk mereka. Sambil
menunggu nenek, tak sedikitpun batang hidung Jalu terlihat. Beberapa saat
kemudian nenek keluar membawa minuman kemudian memulai pembicaraan.
Nenek
berbicara kepada Ibu Guru bahwa dirinya tidak sempat pergi ke sekolah untuk
meminta izin, bahwa Jalu belum bisa sekolah. Tetapi Ibu Guru memakluminya, dan
mengatakan Jalu sudah mengatakan dalam
suratnya. Ibu Guru menanyakan keberadaan Jalu nenek hanya mengatakan ia ada di
kamarnya.
Dengan
penuh keberanian Ibu Guru menghampiri Nenek Jalu memegang tangannya dan mengajak untuk berbicara di ruangan yang
lain.Abah dan Anak-anak tampak penasaran, sedikit menguping pembicaraan antara
mereka. Sambil penasaran sesekali
melihat ke arah dalam rumah Jalu karena Jalu sama sekali tak keluar dari
kamarnya. Teman-teman Jalu dan Abah tampak gelisah menanti keputusan Nenek, mereka
hanya melihat gerakan mulut Nenek dan Ibu Guru.
Beberapa
menit kemudian terlihat Nenek mulai menangis tersedu-sedu dan mulai memeluk Ibu
Guru. Anak-anak dan Abah semakin aneh melihat kejadian tersebut sambil
membayangkan hal terburuk apa yang terjadi pada Jalu.
Nenek
mulai memanggil Jalu, tampak Jalu dengan wajah yang sangat sedih menanti
keputusan Ibu Guru dan Nenek. Nenek berucap tetapi terbata-bata. Jalu memeluk
Ibu Guru dan ketiganya saling berpelukkan. Anak-anak dan Abah semakin keheranan
melihat kejadian tersebut.
Ketiga
orang yang sedang menangis tersebut akhirnya keluar dari ruangan, mereka
menghampiri teman-teman Jalu dan Abah
yang sedang menanti Jalu dengan rasa khawatir. Ibu guru keluar dari
ruangan menghela napas yang sangat
tenang dibanding napas sebelumya memikirkan ketakutan Jalu pergi.
Ibu
guru memberitahu kepada anak-anak dan Abah bahwa ia berkehendak untuk
menjadikan Jalu anak angkatnya dan mengajak Nenek untuk tinggal bersamanya.
Tanpa menunggu lagi, teman-teman Jalu dan Abah langsung memeluk Jalu dengan
wajah yang bahagia sambil menari-nari kegirangan mengetahui Jalu tidak akan
berpisah dengan mereka.
Jalu yang usil tetapi berjiwa besar menerima
kehormatan dari teman-teman, teman-temannya memasangkan kembali jubah superboy
di punggungnya. Jalu tampak keheranan karena jubah yang asalnya kotor dan bau
itu, kini menjadi sangat bersih dan harum.
Jalu
mengucapkan terima kasih kepada semua orang di ruangan itu,
“Terima
kasih teman-teman, Abah, terima kasih Ibu Guru, terima kasih nenek ” ucap Jalu
Ucapan
terima kasih Jalu disambut tepuk tangan
dari semua orang. Tetapi teman-temannya berkata lain
“Seharusnya
kami yang mengucapkan terima kasih padamu Jalu.”Jalu tersipu malu,
Namun
beberapa saat kemudian akal jahilnya muncul kembali tangannya beraksi menggelitiki
satu-satu temannya. Semua orang di ruangan itu bahagia tanpa terkecuali Ibu
Guru Ranu dan nenek Jalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar