Rabu, 08 Maret 2017

TUGAS LAPORAN KUNJUNGAN PAMERAN KARYA SISWA-SISWI SLB PURNAMA UNTUK ANAK-ANAK KELAS 6A SDN CIPANAS 4 RANU KUMBOLO



PENGUMUMAN
Diberitahukan kepada seluruh siswa kelas 6 A SDN Cipanas 4 untuk melakukan kegiatan kunjungan Pameran SLB Purnama di Hotel Cianjur pada tanggal 9-11 Maret 2017 setelah usai kegiatan belajar di sekolah.
    Setiap siswa wajib melakukan,
1.  Membuat laporan kunjungan
2.  Mengambil Foto kunjungan
3.  Lakukanlah dialog dengan siswa-siswi atau Guru-Guru SLB Purnama dengan beberapa karyanya, hasil dialogmu itu masukkan ke dalam hasil kunjungan di laporan kunjungan
Buatlah Laporan Kunjungan dengan syarat di bawah ini :
1.  Laporan diketik komputer dengan ukuran kertas A4
2.  Cetaklah beberapa Foto Kunjungan

Laporan dikumpulkan Pada hari Sabtu, 18 Maret 2017

Ibu Guru Kelas 6A
Rani Nopi Ansyah, S.Pd


Contoh Laporan
1.  Lembar ke-1


LAPORAN KUNJUNGAN
PAMERAN SLB PURNAMA DI HOTEL CIANJUR






DIKERJAKAN OLEH:
………………………….
KELAS :
………………….
HARI, TANGGAL
…………………………..





SDN CIPANAS 4
TAHUN 2017


2.  Lembar ke-2
Laporan Hasil Kunjungan

1.  Nama kegiatan kunjungan      : …………………
2.  Hari, dan tanggal kunjungan  :………………….
3.  Lokasi kunjungan                 : …………………
4.  Nama Pembuat Laporan         :…………………
5.  Hasil Kunjungan                     :…………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………



3.  Lembar ke-3 Foto-Foto lengkap kegiatanmu, sertai dengan judulnya

Contoh :











Foto 1
Fotoku saat aku berkunjung ke Balithi
Balai Penelitian Tanaman Hias

Sabtu, 07 Januari 2017

CERITA FIKSI JALU SI SUPER BOY



JALU SI SUPERBOY
Karya Rani Nopi Ansyah, S.Pd
Namanya Jalu Astrajingga  namun  sering disebut Jalu. Jalu  adalah anak berusia sepuluh tahun yang sangat jahil, tubuhnya yang kecil, gigi susu besar masih jelas di mulutnya. Bagi teman-teman Jalu, nama panjangnya Astrajingga selalu menjadi bahan olok-olok karena Astrajingga  sebutan untuk nama tokoh pewayangan di Pelataran Sunda bernama Cepot. Tokoh yang bermuka merah, dengan gigi susu yang besar, dan selalu bercanda mirip dengan wajah Jalu.
Tidak ketinggalan hampir setiap hari Jalu mengenakan  jubah batik bercorak khas Cianjuran  pemberian terakhir dari bapaknya yang telah meninggal, ia kenakan di punggungnya. Alasan yang lain mengapa ia selalu mengenakan jubah  batik itu karena cita-citanya ingin menjadi superman pembela kebenaran seperti yang ia lihat di televisi.
 Jalu tidak disukai oleh teman-temannya, ia sering dijauhi. Teman-temannya menganggap Jalu adalah siswa yang paling aneh. Jalu anak yang tidak pernah diam, jahil kepada  temannya, selalu bercanda baik saat ia belajar di manapun dan kapanpun ia berada. Yang ia habiskan hanyalah bergurau dan minum kopi bersama dengan Abah si penjaga sekolah, pada saat jam  istirahat berlangsung. Begitu pula di dalam kelas, Ibu Ranu wali kelas Jalu sudah kewalahan dengan sikap Jalu yang seperti itu.
 Suatu hari saat praktikum IPA berlangsung, tanpa sengaja jubah  Jalu  mengenai kompor spirtus yang sedang menyala yang hampir membuat kelas terbakar. Semua anak berlari berhamburan  kecuali Ibu Guru Ranu dan Jalu. Tanpa menunggu lagi dengan sigap Ibu Guru mengambil tanah di halaman depan  kelas.  Pada saat Ibu Guru hendak memadamkan api, Jalu sudah memadamkannya dengan air berisi kecebong hasil proyek anak-anak. Ibu Guru Ranu bukannya bernapas lega karena api di dalam kelas sudah padam, tetapi Ibu Guru sibuk menghentikan  kecebong yang sudah melompat-lompat menjadi sebagian katak. Anak-anak yang tadi berhamburan ke luar kembali ke dalam kelas melihat proyek kecebong mereka dihancurkan oleh Jalu. Semua anak tampak kerepotan ada yang menjerit ketakutan, ada yang mencoba memainkan kecebong dan menakut-nakuti kepada anak perempuan.
Suasana kelas menjadi tegang dan kacau balau, Ibu Guru Ranu semakin pusing saja menghadapi kekacauan pada saat itu. Difa si pintar di kelas Ranu Kumbolo sebutan untuk siswa-siswi kelas Jalu tampak marah karena kecebong miliknya yang selalu mendapat pujian dari Ibu Guru, harus hancur karena ulah Jalu. Difa menghampiri Jalu, lalu mengatakan  kepada Jalu bahwa dirinya sangat membenci Jalu . Ia mengatakan tidak mau berteman lagi dengan Jalu karena ia telah menghancurkan hasil kerja kerasnya. Dengan perasaan bersalah, Jalu meminta maaf kepada Difa, tetapi Difa mengabaikannya dan pergi dari hadapan Jalu.
 Hari itu Ibu Guru tidak melanjutkan  praktikum IPA tetapi menasihati kepada anak-anak agar lebih berhati-hati. “Kejadian seperti tadi adalah hal biasa dalam sebuah percobaan. Makanya kalau kita melihat seorang ilmuan di televisi sering kan menggunakan baju putih, sarung tangan, kaca mata agar percobaannya aman, begitu kan anak-anak” ujar Ibu Guru. Anak-anak hanya  mengangguk dan menjawab mengerti sambil mengarahkan mata yang sinis ke arah Jalu. Jalu sedikit memberikan senyuman supaya teman-temannya memafkan dia.
Pada saat bel istirahat Jalu mencoba meminta maaf  kepada teman-temannya tetapi tidak ada yang menghiraukannya. Tidak ada tempat lagi untuk Jalu di dalam kelas, semua teman tampak menjaga barang-barang mereka karena takut dirusak oleh Jalu dan menjauhinya. Jalu pergi saja saat mendapat perlakuan seperti itu, tak ada tempat yang bisa ia singgahi hanya rumah Abah di samping ruang kesehatan sekolah tempat ia mencurahkan rasa sedihnya.
Jalu mengetuk pintu rumah Abah meminta izin kepada Abah agar bisa masuk ke ruangan Abah. Abah mengizinkannya untuk masuk ke ruang tamunya. Abah memulai percakapan
“Ada apa Jalu, tumben bibir kamu  manyun”
“Ah abah, tidak tahu saja aku sedang sedih.”
“Sedih kenapa lu?”
Jalu menceritakan semuanya kejadian yang ia alami.  Abah tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Jalu. Bagi abah itu adalah hiburan yang paling menyenangkan,  karena selama ini Abah hidup sebatang kara hanya cerita Jalulah pelipur lara Abah. Dengan bijaksana Abah memberi nasihat kepada Jalu beliau berkata,
 “Jika kita berbuat salah atau melakukan tindakan yang salah cepatlah meminta maaf dan bertanggungjawablah bagaimanapun caranya. Kalau tidak bisa dimaafkan bantulah mereka dimulailah dari hal yang kecil maka sesuatu yang besar akan kamu dapatkan.”
 Setelah mendengarkan nasihat itu ia termenung, dan membayangkan sebuah cara supaya teman-temannya memaafkannya. Beberapa saat kemudia Jalu berdiri di atas kursi yang ia duduki dan mengatakan kepada abah sambil mengibaskan jubahnya.
“Baiklah abah, Jalu akan jadi superboy mulai saat ini. Jalu akan meminta maaf  kepada teman-teman Jalu dengan cara Jalu sendiri.” Sambil melompat berlarian mengelilingi abah, Jalu berteriak “Jalu si superboy, Jalu si super boy”  lalu ia meninggalkan abah dari ruangan itu.
Hari selanjutnya di kelas Ranu Kumbolo mengadakan ulangan matematika. Soal-soal yang diberikan Ibu Guru tampaknya lain dari biasanya. Ulangannya sangat sulit, sampai-sampai ada siswa yang menggunakan jalan salah dengan meminta contekkan  pada temannya. Salah satunya adalah Dado siswa yang paling ditakuti di dalam kelas, dia sangat malas belajar dia memaksa Difa untuk memberikan contekkan.
Dado mulai memberikan  isyarat kepada Difa agar memberikan contekkan kepadanya. Difa sangat takut karena badan Dado yang sangat besar dan selalu mengancam akan memperlakukan buruk kepada teman-temannya jika bermasalah  dengan dirinya. Akhirnya Difa memberikan sepotong kertas kecil. Kebetulan saat ulangan berlangsung meja Jalu berada di antara Difa dan Dado. Difa meminta Jalu untuk memberikannya kepada Dado, tetapi Jalu tidak mau karena baginya itu adalah perbuatan buruk. Pada saat itu obrolan kecil mereka terdengar Ibu Guru, tanpa sengaja kertas tadi terjatuh. Ibu Guru menghampiri dan membuka kertas tersebut. Ibu Guru Ranu menanyakan kepada Difa,
 “Apakah kertas ini milikmu Difa? Apakah kamu hendak memberikan contekkan pada orang lain?”
 Dengan tangan yang gemetar Difa takut ketahuan bahwa dirinya yang menulis contekkan itu, ia takut nilainya akan turun karena hal itu.
Ketika Difa akan menjawab, Jalu mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dialah pelakunya. Dia mengatakan bahwa Dado meminta contekkan padanya dan ia berikan. Dado tampak marah mendengar hal itu, dan pikirannya ingin membuat perhitungan pulang sekolah dengan Jalu.
Jalu dan Dado dipersilahkan keluar dan tidak mengikuti ulangan tersebut. Saat di luar itu Jalu meminta maaf  karena telah membuat Dado tidak mengikuti ulangan. Dado marah sambil berkata, “ kita lihat saja nanti pulang sekolah” Jalu hanya terdiam.
Bel pulang sekolah berbunyi, Difa menghampiri Jalu dan mengucapkankan terima kasih karena telah membantunya. Difa hanya berkata agar Jalu berhati-hati dengan Dado karena Dado akan berbuat sesuatu yang buruk padanya.
Dengan santai Jalu  mengatakan kepada Difa “Tenang saja Dif aku kan superboy kalau ada apa-apa denganku aku akan terbang dengan jubahku, super boy........., superboy........” mereka berdua tersenyum.
Benar saja Dado dan teman-temannya berdiri di luar gerbang merencanakan sesuatu kepada Jalu. Saat Jalu melewati gerbang, ditariknya Jalu dan berkata “kenapa kamu melaporkan aku kepada Ibu Guru, kamu ingin jadi pahlawan” ucap Dado
Jalu berkata “Tidak Do, aku hanya ingin menyelamatkanmu supaya kamu tidak mencontek.”
Dado tidak menghiraukan nasihat Jalu, akhirnya Dado mengambil jubah Jalu dan melemparkannya  ke dalam  parit. Jalu mengejar  secepat kilat  karena jubah itu terbawa air parit yang deras, sambil tersenyum puas Dado pergi tidak peduli.
Sangat jauh Jalu mengejar jubah  tersebut dan menyangkut ditumpukkan sampah di parit. Tangannya tidak sampai untuk mengambil jubah itu, ia mengambil sebatang kayu untuk meraihnya.
 Beberapa saat kemudian saat Jalu sibuk mencari akal untuk mengambil jubahnya itu,  ada teriakkan meminta tolong.
“Tolong,...............Tolong..................”
Tampaknya dari kejauhan ada seorang ibu  yang sedang membawa belanjaan dengan perut yang besar terjatuh  kesakitan. Tidak ada orang lain selain Jalu, Jalu menghampirinya dan menghiraukan jubah itu sejenak.
Jalu bertanya kepada Ibu itu “Ada apa bu?”
“Ibu mau  melahirkan  nak tolong panggilkan seseorang nak” sambil memegang perut kesakitan.
Jalu sangat panik,”aduh.........aku harus bagaimana bu?.”
“Tolong ibu nak, sakit........sakit.......” rintihan ibu
Jalu  mengatakan bahwa dirinya akan meminta pertolongan, ia berharap agar ibu itu bersabar dan menunggunya.
Jalu pergi mencari pertolongan, tidak ada orang yang bisa ia temui hanya poskamling dan kentongan yang  ia lihat. Ia memiliki akal supaya warga berdatangan, Jalu memukul kentongan itu, dan berteriak,
“ Kebakaran.........!, kebakaran..........!, kebakaran............!, tolong kebakaran...........!”
Beberapa detik kemudian warga berkumpul membawa ember, dan bertanya kepada Jalu
“Di mana nak kebakarannya?”
Jalu tersenyum sedikit “Tidak ada kebakaran  pak, hehe” semua warga tampak marah tetapi Jalu segera berkata
“Bukan  itu pak maksud saya pak, di ujung jalan ada seorang ibu  yang hendak melahirkan tetapi tidak ada yang menolongnya”
“Kamu bohong lagikan !”Warga tampak tidak percaya
“Kalau tidak percaya boleh bapak-bapak nanti menghukum saya, ayo pak cepat nanti keburu telat”  kata Jalu sambil memaksa.
 Akhirnya dengan terpaksa warga mengikuti ucapan Jalu dan  ternyata memang benar ada seorang ibu hamil yang tampakknya sudah tak sadarkan diri. Warga dengan secepatnya membawa ibu itu ke bidan terdekat.
Ketika warga sibuk membantu Ibu-ibu, Jalu teringat dengan jubahnya ia kembali ke parit tersebut dan mengambilnya. Dengan  jubah yang basah dan bau ia tetap memakainya. Ia sangat bahagia karena jubah kesayangannya kembali ke punggungnya sambil berkata “Aku superboy, aku superboy, terbang ke awan”.
Karena ia melihat sudah banyak warga yang menolong ibu tersebut, akhirnya Jalu pulang ke rumahnya. Tidak sedikitpun rasa sombong di hatinya karena telah menolong ibu itu, ia hanya merasakan ketenangan saat ibu yang hamil itu telah selamat.
Keesokkan harinya pagi-pagi di kelas Ranu Kumbolo sudah tampak ramai, berkerumun mendengar cerita Dado yang hampir kehilangan ibu dan adiknya. Saat jalu menghampiri kerumunan itu Dado menceritakan bahwa Ibunya hampir meninggal karena akan melahirkan adiknya di pinggir jalan. Untungnya ada anak yang misterius yang menolong Ibuku kata Dado. “ Kalau aku bertemu dengan anak itu akan aku jadikan sahabat terbaik aku, dia pahlawanku.”. Di tengah kerumunan itu tidak ada sedikit kalimat yang terucap dari bibir Jalu, ia hanya lega karena ternyata ibu dan bayinya  itu baik-baik saja. Sebenarnya ia hanya terkejut ternyata Ibu yang ia tolong adalah Ibu Dado. Setelah itu Jalu tersenyum lebar Dado melihat senyum itu, dan mulai memarahi Jalu .
 “Kenapa kamu tersenyum, apa kurang hukumannya yang kemarin. Jalu hanya berkata “Ampun-ampun sudah cukup he....he....”. Dado tidak menyadari anak yang ia marahi adalah sahabat terbaiknya.
 Ibu guru Ranu masuk ke dalam kelas, ketua kelas memerintahkan kepada teman-temannya untuk berdiri tegap dan memberi salam. Ibu Guru saat itu tampak tidak seperti biasanya, ia terlihat murung. Jalu melihat Ibu Guru dan mencoba membuat suasana kelas ramai saat pelajaran berpuisi dimulai. Ibu Guru  memerintahkan anak-anak untuk membuat puisi dan membacakannya di depan kelas.
Satu persatu anak-anak tampil, kini tiba saatnya Jalu tampil . Supaya Ibu Guru tertawa  Jalu  rela membuat puisi berjudul kentut. Dengan menarik napas dalam-dalam Jalu memulai puisinya.
Kentut
buah karya Jalu
Dut, dut, dut suaramu kentut
Kentut,  
andaikan baumu harum seperti bunga mawar
Muah...............harum
Rasanya aku ingin kentut setiap hari
Menghirupmu setiap saat
Dut, dut, dut
Selesai
Semua orang di kelas Ibu Ranu tertawa terbahak-bahak, karena Jalu  memperagakan puisinya itu, Ibu Ranu tersenyum tapi terlihat terpaksa.
Saat pulang sekolah tiba Jalu tak sabar ingin menanyakan mengapa Ibu Guru tampak bersedih. Ibu Guru Ranu tampaknya tak kuat lagi ingin menceritakan kesedihannya kepada Jalu bahwa selama ini sudah hampir sepuluh tahun ia menikah belum dikaruniai seorang anak. Ia sangat mendambakan kehadiran seorang anak.
Jalu bingung apa yang harus ia lakukan, ia hanya anak kecil tak bisa menyelesaikan masalah Ibu Gurunya.
Tetapi Jalu memiliki akal, “Ibu Guru bolehkah aku meminta sesuatu?” ucap Jalu.
“Apa maksudmu Jalu?” Ibu Guru bertanya
“Aku ingin Ibu Guru menulis sepucuk surat isinya keinginanmu  kepada Tuhan. Aku juga mau membuat sepucuk surat tetapi Ibu tidak boleh tahu.”
Ibu Guru Ranu dan  Jalu membuat surat itu sama-sama, tidak ada isi surat yang paling diinginkan Ibu Ranu selain dari keinginan dia memilki anak. Ibu Guru Ranu tampak penasaran ingin melihat isi surat yang ditulis Jalu. Jalu tetap melarang Ibu Guru untuk membacanya. Jalu  meminta Ibu Guru memasukkannya ke dalam amplop dan  mengajak Ibu Guru Ranu ke sebuah tempat.
Ibu guru terkejut ketika Jalu membawa ke sebuah tempat, ternyata sebuah mesjid besar. Ibu Guru berkata “Jalu kalau mengirim surat itu kita pergi kantor pos kalau ke mesjid kita langsung berdoa kepada Tuhan.”
“Ibu percaya saja kepadaku” ucap Jalu
Akhirnya Jalu dan Ibu Guru Ranu  sampai ke sebuah tempat di mana di depannya terdapat kotak amal.
“Bu, ayo kita masukkan surat ini ke kotak amal.” perintah Jalu
“Kamu aneh, ini tempat orang mau bersedekah bukan untuk meminta permohonan”
“Tidak bu, aku hampir setiap hari pergi ke sini aku lihat beberapa orang berbaju bagus memasukkan amplop ke dalam sini kemudian ketika membuka amplop tersebut petugas di mesjid ini mengucap syukur dan mendoakannya. Kita juga bisa begitu bu”. Ibu Ranu tertawa terbahak-bahak melihat tingkah laku Jalu.
Hal itu sangat aneh dilakukan oleh Ibu Guru, Ibu Guru menyadari sebenarnya hal tersebut dilakukan Jalu hanya untuk membuat hati Ibu Guru senang. Ibu Gurupun mengikuti semua yang diperintahkan Jalu.
Hari itu Ibu Guru menghabiskan waktunya bersama Jalu, berjalan-jalan dan makan es cendol. Saat makan es cendol Ibu Guru bertanya kepada Jalu,
“Apa keinginan Jalu yang kamu tulis tadi?”
 “Rahasia Bu” kata Jalu.
Padahal jika gurunya mengetahui isi surat yang ditulis Jalu sebenarnya isinya adalah doa Jalu kepada Tuhan supaya mengabulkan  keinginan Ibu Guru. Walau  ia tidak mengetahui apa yang ditulis Jalu, Ibu Guru tetap  merasa senang bersama Jalu  dan  kesedihannya sudah berkurang.
Hari Jambore perkemahan  besar pramuka penggalang tingkat Kecamatan  tiba. Ibu Guru Ranu akan memilih beberapa anak Ranu Kumbolo untuk mengikuti Jambore. Bu Ranu mulai menunjuk Difa, Dado, beberapa anak, dan terakhir Jalu. Semua anak yang terpilih mengikuti Jambore tampak tidak setuju Jalu ikut,  karena mereka khawatir sesuatu hal buruk akan terjadi. Namun Difa meyakinkan bahwa Jalu tidak akan berbuat masalah. Dengan hati yang gembira Jalu berteriak
“Asyik, asyik, Jambore ikut Jambore senang, senang” Jalu melompat-lompat kegirangan.
 Dia melaporkan rasa senang itu pada abah.
“Abah aku ikut jambore”
Abah tersenyum, dan berkata “Lu, kamu jangan bakar tendanya nanti yah”
“Yah abah bergurau saja, abah ikut tidak? “
“Iya abah ikut membantu”
“asyik, asyik” teriakkan Jalu.
Sore itu di rumah Jalu, Jalu tampak sibuk mempersiapkan barang-barang yang akan ia bawa ke tempat perkemahan. Nenek Jalu menghampiri Jalu,
“Sudah siap Jalu perbekalanmu?” tanya nenek.
“Sudah nek aku sudah siapkan semuanya, jubahku sudah siap juga.”
Nenek berkata, “Bukan jubah ini yang sangat penting, alat solatmu, obat-obatan, jaket, itu yang paling penting.” Sejenak nenek menyimpan gambir yang baru saja berada di mulutnya.
 “Tidak nek, jubahku lebih penting dari apapun  kalau  malam  bisa jadi selimut siangnya bisa jadi sejadah nek.”
“Kamu yah ada-ada saja” nenek tersenyum melihat tingkah laku cucunya.
 Nenek berpesan  pada Jalu supaya berhati-hati di sana, jangan berbuat macam-macam  ikuti peraturan di sana.
“Nenek tidak akan bisa pergi ke sana menengokmu Lu, nenek sudah tua.”
“Ah nenek itu kan alasan nenek saja, kalau nenek tahu aku selalu melihat nenek-nenek atau kakek-kakek di sana yang ikutan pramuka walau sudah tua tetap dipanggil kakak hehe” Jalu mulai mengusili neneknya.
Jalu meyakinkan  neneknya bahwa ia tidak akan  nakal,  ia akan menuruti Ibu Guru dan peraturan di sana. Jalupun memaklumi kondisi neneknya ia mengatakan agar neneknya tidak perlu menengok dirinya ke Jambore. Khawatir pula jika neneknya memaksakan pergi ke sana takut  terjadi apa-apa dengan nenek. Nenekpun membantu merapihkan perbekalan untuk pergi ke Jambore.
Subuh sekali Jalu sudah pergi ke sekolah dia sangat bersemangat. Dia memakai baju pramuka rapih, lengkap, dan tak ketinggalan jubah kebanggaannya. Jalu tiba di sekolah, dia mendapati teman-temannya belum ada yang datang.
Beberapa saat kemudian Dado dan mamahnya datang ke sekolah tampaknya ibunya sudah mulai membaik. Dari kejauhan Ibu Dado berkata
“Hei anak itu”  teriak Mamak Dado
Dado keheranan berkata “apaan mak?”
“ Itu anak yang menolong mak kau Dado”
 Dado tampak terkejut “si anak cepot itu?
” Alaaah nama orang kau ganti-ganti siapa nama sebenarnya?
”Jalu mak”
“Oh Jalu, Jalu sini kau nak” dengan wajah haru
 Jalu menghampiri dengan sopan dan mencium tangan mamaknya Dado yang khas sekali logat bataknya.
Mamak Dado memeluk Jalu, Jalu merasa sesak napas karena tubuh  Mamak Dado yang besar. Mamak Dado menyadari Jalu merasa sesak karena pelukkannya akhirnya Mamak Dado melepaskan pelukkannya itu. Mamak mengucapkan sesuatu kepada Jalu,
“Kau memang pahlawan mamak, Jalu. Mamak mengucapkan terima kasih banyak kepada Jalu karena sudah menolong mamak. Mamak tak bisa membalas apa-apa kepada Jalu.”
Namun Jalu langsung mengatakan “Yang penting Mamak dan Ade Dado selamat.”
Mamak Dado semakin menyukai sikap Jalu, sambil mengatakan kepada Dado agar meniru sikapnya itu.  Beberapa saat kemudian Mamaknya Dado bertanya kepada Jalu,
”Mana ibu kau Jalu?”
“Ibuku sudah meninggal bu,”
“Oh maaf sekali”
Mamak Dado sedikit termenung namun Mamak membesarkan hati Jalu dengan mengatakan,
“Mamak Dado juga mamak kau yah, Jalu boleh panggil mamak yah.”
Wajah Dado memerah karena ia teringat janji dia akan menjadikan siapapun penyelamat ibunya menjadi sahabat terbaiknya. Dado mengucapkan terima kasih juga kepada Jalu karena telah menyelamatkan Ibu dan adiknya. Jalu merangkul Dado dan berkata sama-sama sahabatku sambil berjabatan tangan, Dadopun tersenyum.
Rombongan sekolah  Jalupun pergi ke tempat Jambore. Jalu sangat senang karena ini pertama  kalinya ia berkemah bersama teman-temannya.
Dado menjadi teman yang paling akrab saat itu, ke mana-mana ia selalu berdua, mendirikan tenda, membawa air, piket menjaga tendapun dilakukan berdua. Teman-teman yang lain tampak keheranan dengan mereka berdua, sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka Dado menjadi sosok yang menyenangkan tidak menjadi seseram teman-teman bayangkan. Malahan ia lebih seram ketika Jalu dimarahi teman yang lain dan ia membelanya.
Beberapa kegiatan mereka ikuti, Dado menjadi ketua regu di regu tersebut. Kegiatan menjelajah adalah kegiatan yang akan mereka lakukan selanjutnya. Panitia Jambore hanya memberikan petunjuk-petunjuk penjelajahan tanpa memberitahu arahnya. Setiap regu harus mengikuti arahan petunjuk tersebut. Regu Dado dan Jalu sudah bersiap-siap, mereka mulai membaca petunjuk pertamanya dengan arahan Dado mereka memulai perjalanan.  Ternyata perjalanan penjelajahannya cukup jauh memasuki jalan-jalan rumah masyarakat dan  melelahkan.
Semua petunjuk telah dijalani oleh mereka dengan bagus karena kekompakkan mereka. Saat petunjuk selanjutnya, Dado menitipkan kertas petunjuk kepada Jalu karena ia hendak melepas dahaga dengan minum sebentar. Perjalananpun dilanjutkan.
Saat berjalan tanpa disadari Jalu menjatuhkan kertas petunjuk penjelajahan. Saat Dado memintanya, Jalu mulai mencari di sakunya ternyata tidak ada. Semua anggota regu marah tanpa terkecuali Dado, Dado ikut marah karena mereka tidak tahu lagi harus pergi ke mana. Semua terdiam dan hanya menyalahkan Jalu atas kejadian  itu.
Jalu meminta maaf  dan  ia berjanji akan mencarinya sampai dapat. Ia mencari ke semua tempat tidak juga ia temukan, petunjuk itu hilang. Yang ia pikirkan  hanyalah takut teman-temannya kecewa dengannya.
Akhirnya dia memilki akal akan membawa selembar kertas kosong dan membawa kepada teman-temannya, supaya teman-temannya tetap bersemangat.
Dengan wajah yang gembira Jalu berkata,
“Aku telah menemukan petunjuk itu.”
 Dado dan kawan-kawan menjadi bersemangat kembali. Mereka sama sekali tidak mengetahui sebenarnya kertas petunjuknya hilang. Ketika Dado meminta petunjuk itu, Jalu memaksa meminta kepada Dado supaya ia tetap menjaganya ia berjanji tidak akan menghilangkannya. Dengan berat hati Dado mengabulkan keinginannya.
Jalu mengarang semua petunjuk penjelajahan, namun keajaiban mulai terjadi mereka menemukan regu lain yang berbeda sekolah. Jalu bernapas lega, ternyata hasil karangannya tidak salah.
Pada pertemuan Jambore tersebut ternyata ada perlombaan halang rintang. Setiap anggota saling bahu  membahu  membantu satu sama lain, teman-teman Jalu sudah merasa lelah termasuk Dado. Tetapi Jalu masih tetap bersemangat tinggal satu rintangan lagi yaitu naik ke atas tembok yang tinggi.
 Jalu tetap memberikan semangat kepada teman-temannya dan mengatakan jika kita melewati rintangan  ini maka kita akan menjadi pemenangnya teman-temannya tetap tidak mau. Jalu mencari akal supaya teman-teman mau melewati rintangan tersebut.
 Akal jahil Jalu keluar, ia mengatakan bahwa di tempat teman-temanya duduk ada ular besar.
“Ular........!, ular.........!, ada ular besar di belakang kalian” teriakkan Jalu
Teman-teman berlarian  menaiki tembok tinggi karena sudah  tidak ada jalan  lain. Tanpa mereka sadari mereka telah  melewati tantangan halang rintang kelompok Jalu berada di urutan pertama halang rintang.
Saat pemenang  lomba diumumkan, ternyata benar regu Jalu mendapat juara pertama. Mereka mengangkat Jalu dan  piala bersamaan, karena mereka menyadari kalau bukan karena Jalu yang menyemangati, maka mereka tidak akan menjadi pemenang. Saat  itu adalah hari yang sangat berarti bagi Jalu dan regunya.
 Saat kegiatan Jambore berakhir Jalu memberanikan diri mengatakan kebenaran kepada teman-temannya mengenai petunjuk penjelajahan yang hilang dan  ular besar yang nyatanya tidak ada. Teman-teman terlihat sangat marah, karena hal itu adalah hal jahil terbesar yang pernah Jalu lakukan kepada mereka. Namun, beberapa saat kemudian mereka mulai tersenyum dan terbahak-bahak memikirkan kejadian saat itu. Mereka memaafkan Jalu, kemudian melanjutkan mempersiapkan diri untuk pulang ke rumah masing-masing.
Saat tiba di rumahnya, nenek sudah ada di depan pintu rumah  Jalu. Ternyata nenek sudah lama menunggu Jalu pulang dari Jambore. Walaupun bau sirih masih melekat di tangan nenek, karena nenek baru saja makan sirih Jalu tetap mencium tangan nenek sambil mengatakan
“Nek, masak apa hari ini aku lapar sekali”
“Nenek sudah masak makanan kesukaanmu, hari ini Jalu harus menghabiskan semua masakkan  nenek ya, sayur asem sama ikan jambal”. Jalu tampak kegirangangan karena makanan kesenangannya sudah tersedia.
Nenek menyuruh Jalu beribadah dahulu sebelum makan karena adzan ashar sudah berkumandang,
“Jangan lupa cuci tanganmu sampai bersih yah, lu.”
“ Oke siap Nek Komandan” jawab Jalu.
Setelah Jalu makan nenek mengajak Jalu ke ruang tamu untuk membicarakan sesuatu. Nenek Jalu  mulai berbicara dengan Jalu menjelaskan kepadanya bahwa umurnya sudah menjelang senja. Nenek berkata bahwa Jalu dan nenek tidak memiliki sanak saudara di kota ini. Nenek berencana menitipkan  Jalu ke panti asuhan yang sudah nenek pilihkan  sedangkan nenek akan pergi ke panti jompo. Nenek berkata bahwa nenek sudah tidak kuat lagi untuk mencari uang dan mengurus anak seperti orang tua lainnya.
Mereka saling berpelukkan, Jalu tidak mau berpisah dengan neneknya. Selama ini tidak ada yang sangat dekat dengan Jalu selain neneknya.  Jalu hanya berkata,
“Nek, nanti siapa yang mengolesi balsem di punggungku  kalau aku masuk angin, nanti siapa yang menyiapkan baju dan sepatuku  kalau pergi sekolah, nanti siapa yang akan masak sayur asem dan ikan asin kesukaanku cuman  masakkan nenek yang aku makan, tak ada yang seenak masakkan nenek. Terus bagaimana dengan teman-temanku di sekolah nek, bagaimana dengan Ibu Guru Ranu nenek akan memisahkan aku dengan mereka, nenek tega.”
Mendengar cucunya berkata seperti itu, nenek hanya menangis. Nenek tidak  bisa berbuat apa-apa.  Jalupun ikut menangis bahkan tangisannya lebih keras dari nenek, sampai-sampai tangisannya bisa merobohkan dinding rumahnya yang sudah lapuk.
Dengan umurnya yang masih sepuluh  tahun Jalu tidak  pernah mengerti apa yang ia ucapkan. Yang ia pikirkan hanya nenek, teman, guru dan sekolahnya.
Kesedihan nenek bertambah ketika melihat anak yang selama ini terkenal jahil, periang, dan tidak pernah  menyusahkan  neneknya, hatinya harus terkoyak karena kenyataan harus terpisah dengan orang-orang yang disayanginya.
Tidak ada yang bisa diberikan nenek kecuali perkataan supaya Jalu lebih tenang,
“Jalu, Jalu cucu nenek yang pintar kan, kamu mau nurut sama nenek kan” sambil mencium kening Jalu.
Dengan ucapan terharu Jalu menjawab
“Aku mau nurut sama nenek. Nanti bagaimana kalau aku tidak bertemu nenek lagi?”
“Nenek akan mengunjungimu setiap akhir pekan, nenek akan membawa masakkan kesukaanmu, kamu akan mendapat teman yang banyak nanti di sana.”
 Perkataan nenek saat itu sangat menyentuh hati Jalu, Jalu mengusap air mata nenek dengan kaosnya, untuk kesekian kalinya mereka berpelukkan.

Setelah perbincangan yang sangat menyedihkan itu Jalu tidak mau pergi ke sekolah karena terbayang perpisahan bersama Ibu Guru dan teman-temannya. Jalu takut menjadi semakin sedih, Jalu meminta izin kepada neneknya untuk pergi ke kamar sebagai rasa kesedihannya.
Tak lama kemudian Jalu menulis surat tanda perpisahan dimulai dari permohonan maaf kepada Ibu Gurunya, teman-teman, dan Abah penjaga sekolah. Saat menulis surat tersebut kesedihannya semakin menjadi-jadi, bahkan  ia marah dengan keadaannya sendiri. Sambil memikirkan mengapa orang tuanya harus meninggal, mengapa nenek harus tua, mengapa harus meninggalkan Ibu Guru dan teman-teman. Tanpa ia sadari ia berucap “Aku tak mau jadi superboy lagi!” Ia melepas jubah superboy kesayangannya dan memasukkan semua surat dan jubah itu ke dalam sebuah kotak. Dia hendak mengirimkan semua benda itu nanti sebelum ia pergi ke panti asuhan.
Sudah dua pekan bangku itu kosong, semua teman-teman di kelas Ranu Kumbolo mulai bertanya-tanya keheranan sebenarnya apa yang terjadi dengan Jalu. Jalu tidak sekolah, Jalu tidak memberikan kabar kepada Ibu Guru Ranu atau teman-teman lainnya. Kelas Ranu Kumbolo tampak sepi, tanpa teriakkan Jalu.
Ibu Guru tampaknya terbawa suasana ketika melihat anak-anak bermuka sedih. Saat bel istirahat berbunyi anak-anak tidak langsung pergi ke kantin, mereka berkumpul  mengadakan rapat kecil.  Ibu Guru Ranu tidak mau mengganggu aktivitas mereka dan memilih pergi ke kantor guru saja. Dado mulai memimpin rapat, Dado berkata kepada teman-temannya
“Ada yang  mengetahui mengapa Jalu tidak ke sekolah? ”
“ Tidak tahu, “ beberapa teman menjawab
Tetapi ada satu temannya Fikri yang bertempat tinggal tidak jauh dengan Jalu berkata,
“Saat aku disuruh Ibu beli sabun aku mampir ke rumahnya, rumahnya sepi tidak ada orang. Aku dengar Jalu pindah rumah”
“ Kamu tahu dari siapa?”
 “Ibuku bilang kalau  rumah itu sudah tak ada penghuninya jangankan suara manusia suara tikus saja tidak terdengar”.
 “ Kasihan Jalu,  selama ini dia hanya tinggal dengan neneknya yang tua”
 Memang mengapa dengan Jalu”
“ Kalian tahu ini ibuku yang menceritakan bahwa Jalu itu anak seorang tentara pangkatnya jenderal”
 Memang jenderal itu apa?”
 “Yah sejenis pangkat tertinggi lah”
 “Ah kamu sok tahu,”
“ Benar kata mamahku Ibunya meninggal saat melahirkan dia, sedangkan ayahnya meninggal karena sakit, kasihan sekali  dia”
“ Kita harus lebih bersyukur karena kedua orang tua kita masih ada”
 “ Ah bapakku kan galak”
 “Galakknya bapakmu itu karena dia sangat menyayangi kamu”  jawab Difa.
“ Ibuku juga kerjaannya memarahi aku terus”
“ Ah kamu masih beruntung memiliki ibu,”
“Eh, eh balik lagi ke Jalu, bagaimana nih nasibnya? Potong Dado
“ Eh teman-teman tadi pagi aku lihat nenek Jalu di warung” jawab Fikri
“Nah mungkin sekarang dia ada di rumahnya bagaimana kalau kita pergi ke rumahnya, kalian minta izin dahulu ke ibu kalian masing-masing nanti kita janjian di Gang pertigaan arah rumah Jalu kalian tahu rumahnya?” Ucap Difa
“ Aku tahulah lah wong aku tetangganya” Fikri membalas
 Beberapa saat kemudian setelah mereka berdiskusi Ibu Guru Ranu datang membawa kotak aneh, anak-anak terheran-heran kotak apakah gerangan yang dibawa Ibu Ranu. Ibu Ranu menghampiri mereka dan meletakkan kotak tersebut. Ibu Guru mengatakan bahwa kotak itu adalah kotak yang dibawa nenek Jalu dan diberikan kepadanya.
Dengan wajah yang sedih Ibu Guru menceritakan bahwa ternyata selama ini Jalu tidak sekolah karena Jalu akan dipindahkan neneknya ke panti asuhan. Teman-teman jalu terkejut dan matanya mulai berkaca-kaca. Tanpa berpikir panjang Dado membuka kota tersebut dan membaca satu persatu surat yang ditujukkan kepadanya.
Difa berkata “Kita selama ini selalu mengejek Jalu dengan tubuhnya yang kecil, selalu meremehkan kemampuannya, tanpa kita sadari Jalu yang selalu kita ejek dan kita jauhi ternyata ia sangat membantu kita. Masih teringatkah kalian ketika ada kertas contekkan yang jatuh sebenarnya itu contekkanku tetapi demi melindungiku ia rela berbohong pada Ibu Guru”
Dado menambahkan “iya, masih ingatkah pahlawan yang menolong Ibuku sebenarnya adalah Jalu hanya saja ia tidak pernah berbicara kebaikkannya.”
 “Kalau bukan karena jalu kita tidak akan regu terbaik di jambore pramuka waktu lalu.”
Ibu Guru sambil mendengarkan dan mulai ikut berbicara, “Proyek kecebong anak-anak Jalulah yang melanjutkan supaya kalian tahu saja setelah kejadian kecebong itu, Jalu memindahkan kecebong ke kolam dekat rumah Abah. Coba kalian dengarkan setiap sore sekolah ini akan ramai dengan suara katak karena katak hasil proyek kita sekolah ini tidak menjadi sepi lagi.”
Ibu guru juga akan sangat kehilangan Jalu kalau ia pergi. “Kalian tahu ia selalu mengisi tempat air minum Ibu dan mengisi permen di toples kesayangan Ibu karena ia tahu bahwa Ibu akan pusing kalau berdiri terlalu lama di kelas, ia juga rela pulang lebih telat dari kalian hanya sekedar ingin membantu Ibu Guru menempelkan hasil karya kalian”.
Tanpa mereka sadari Abah penjaga mendengar perbincangan kelas Ranu Kumbolo. Ia mendekat dan mulai berbicara.
 “Abah tahu Jalu selalu jadi pembuat masalah, tetapi ia selalu menemani Abah minum kopi, ia datang selalu pagi hanya ingin membantu Abah membukakan pintu seluruh kelas.”
Semua terdiam, Ibu Guru Ranu mengangkat sehelai kain yang tampak sudah bau dan kotor itu. Semua tersenyum Ibu Guru juga sambil berkata “Dasar Super Boy!”
Anak-anak tersenyum ketika melihat kain batik yang selalu dijadikan jubah, teringat mereka menghina Jalu karena cita-citanya itu ingin menjadi Superboy dan ternyata ia memang Superboy sebenarnya.
Ibu Ranu mulai diam tampak berpikir dan mengatakan “Baiklah anak-anak sore ini kita ke rumah Jalu.”
 Semua berkata serempak “Baik bu, kita semua akan ikut.”
 Ibu Ranu menjawab “Kalau kalian akan ikut, sebelumnya kita cuci terlebih dulu jubah yang kotor dan bau ini.” Semua bersemangat dan mulai mencuci jubah itu.
Ibu Guru , Abah, dan teman-teman Jalu pergi ke rumah Jalu sore itu, tampak pintu rumahnya terbuka lebar, terlihat nenek sedang mengemas barang untuk dimasukkan ke dalam kardus di ruang tamu.
Ibu Guru mengucap salam nenek menjawabnya, nenek terheran karena banyak orang berdatangan ke rumahnya sore itu. Nenek mempersilahkan duduk kepada Ibu Guru, Abah dan teman-teman Jalu. Nenek meminta izin untuk mengambil air minum, namun Ibu Guru mengatakan tidak perlu repot-repot kepada nenek. Nenek merasa tidak direpotkan, nenekpun pergi ke dapur untuk mengambilkan minuman untuk mereka. Sambil menunggu nenek, tak sedikitpun batang hidung Jalu terlihat. Beberapa saat kemudian nenek keluar membawa minuman kemudian memulai pembicaraan.
Nenek berbicara kepada Ibu Guru bahwa dirinya tidak sempat pergi ke sekolah untuk meminta izin, bahwa Jalu belum bisa sekolah. Tetapi Ibu Guru memakluminya, dan mengatakan Jalu sudah  mengatakan dalam suratnya. Ibu Guru menanyakan keberadaan Jalu nenek hanya mengatakan ia ada di kamarnya.
Dengan penuh keberanian Ibu Guru menghampiri Nenek Jalu  memegang tangannya dan  mengajak untuk berbicara di ruangan yang lain.Abah dan Anak-anak tampak penasaran, sedikit menguping pembicaraan antara mereka. Sambil penasaran  sesekali melihat ke arah dalam rumah Jalu karena Jalu sama sekali tak keluar dari kamarnya. Teman-teman Jalu dan Abah  tampak gelisah menanti keputusan Nenek, mereka hanya melihat gerakan mulut Nenek dan Ibu Guru.
Beberapa menit kemudian terlihat Nenek mulai menangis tersedu-sedu dan mulai memeluk Ibu Guru. Anak-anak dan Abah semakin aneh melihat kejadian tersebut sambil membayangkan hal terburuk apa yang terjadi pada Jalu.
Nenek mulai memanggil Jalu, tampak Jalu dengan wajah yang sangat sedih menanti keputusan Ibu Guru dan Nenek. Nenek berucap tetapi terbata-bata. Jalu memeluk Ibu Guru dan ketiganya saling berpelukkan. Anak-anak dan Abah semakin keheranan  melihat kejadian tersebut.
Ketiga orang yang sedang menangis tersebut akhirnya keluar dari ruangan, mereka menghampiri teman-teman  Jalu dan Abah yang sedang menanti Jalu dengan rasa khawatir. Ibu guru keluar dari ruangan  menghela napas yang sangat tenang dibanding napas sebelumya memikirkan ketakutan Jalu pergi.
Ibu guru memberitahu kepada anak-anak dan Abah bahwa ia berkehendak untuk menjadikan Jalu anak angkatnya dan mengajak Nenek untuk tinggal bersamanya. Tanpa menunggu lagi, teman-teman Jalu dan Abah langsung memeluk Jalu dengan wajah yang bahagia sambil menari-nari kegirangan mengetahui Jalu tidak akan berpisah dengan mereka.
 Jalu yang usil tetapi berjiwa besar menerima kehormatan dari teman-teman, teman-temannya memasangkan kembali jubah superboy di punggungnya. Jalu tampak keheranan karena jubah yang asalnya kotor dan bau itu, kini menjadi sangat bersih dan harum.
Jalu mengucapkan terima kasih kepada semua orang di ruangan itu,
“Terima kasih teman-teman, Abah, terima kasih Ibu Guru, terima kasih nenek ” ucap Jalu
Ucapan  terima kasih Jalu disambut tepuk tangan dari semua orang. Tetapi teman-temannya berkata lain
“Seharusnya kami yang mengucapkan terima kasih padamu Jalu.”Jalu tersipu malu,
Namun beberapa saat kemudian akal jahilnya muncul kembali tangannya beraksi menggelitiki satu-satu temannya. Semua orang di ruangan itu bahagia tanpa terkecuali Ibu Guru Ranu dan nenek Jalu.